• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Uwais Al-Qarni: Sosok yang Tak Terlihat Tapi Dikenal di Langit




Dalam sejarah Islam, ada banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal karena peran besar mereka dalam perjuangan dan pengorbanan untuk Islam. Namun, di antara para sahabat tersebut, ada satu nama yang tidak banyak diketahui karena ia hidup dalam kesederhanaan dan ketidakpopuleran. Ia adalah Uwais Al-Qarni, seorang tokoh yang dikenal karena keikhlasan, ketakwaan, dan baktinya kepada ibunya.

Kehidupan Awal Uwais Al-Qarni

Uwais Al-Qarni lahir di daerah Qarn, Yaman. Ia hidup pada masa Nabi Muhammad SAW, namun ia tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi. Hal ini dikarenakan Uwais lebih memilih tinggal di Yaman untuk merawat ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Meski demikian, cintanya kepada Nabi dan Islam sangat besar. Uwais disebut sebagai tabi'in, generasi yang hidup setelah para sahabat Nabi, tetapi tidak sempat bertemu langsung dengan Nabi SAW.

Meskipun tidak pernah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, kisah tentang Uwais Al-Qarni sampai ke telinga Nabi. Dalam beberapa riwayat, Nabi menyebut Uwais sebagai salah satu orang yang sangat mulia di hadapan Allah, meskipun ia hidup dalam kesederhanaan dan jauh dari sorotan manusia.

Pengorbanan dan Bakti kepada Ibu

Salah satu kisah yang membuat Uwais Al-Qarni dikenang adalah baktinya kepada ibunya. Uwais tinggal di Yaman bersama ibunya yang sudah tua dan menderita penyakit lumpuh. Meskipun ia sangat ingin bertemu Nabi di Madinah, ibunya sangat bergantung padanya, dan Uwais memutuskan untuk tetap di sisinya demi memenuhi kewajiban sebagai anak yang berbakti.

Uwais hanya memiliki satu kesempatan untuk pergi ke Madinah, dan itu pun dengan izin ibunya yang terbatas. Ibunya mengizinkan Uwais pergi menemui Nabi, namun dengan syarat ia tidak boleh lama meninggalkannya dan harus segera pulang setelah selesai. Uwais akhirnya pergi ke Madinah, namun saat itu Nabi sedang tidak berada di kota. Uwais harus memutuskan untuk segera kembali ke Yaman sesuai janji kepada ibunya, meskipun tidak sempat bertemu dengan Nabi.

Setelah Nabi Muhammad SAW kembali, beliau menyampaikan kepada para sahabat tentang keberadaan Uwais Al-Qarni, yang meskipun tak dikenal oleh manusia, sangat dikenal di langit. Nabi memuji Uwais karena baktinya kepada ibunya, sebuah amal yang sangat dicintai oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW dan Wasiat tentang Uwais

Salah satu keistimewaan Uwais Al-Qarni adalah bahwa Nabi Muhammad SAW menyampaikan secara khusus kepada sahabat-sahabatnya tentang dirinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab RA, Rasulullah SAW berkata:

"Akan datang kepada kalian seorang laki-laki dari Yaman bernama Uwais, berasal dari kabilah Murad, dari Qarn. Dia pernah menderita penyakit kulit, tetapi Allah telah menyembuhkannya, kecuali sedikit yang tersisa di tubuhnya. Dia berbakti kepada ibunya, jika dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya. Jika engkau bisa memintanya berdoa untukmu, maka mintalah." (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan betapa besarnya kedudukan Uwais di sisi Allah, hingga Rasulullah SAW memberikan wasiat kepada para sahabatnya untuk meminta doa dari Uwais Al-Qarni.

Kesederhanaan Uwais

Meskipun dikenal di langit, Uwais Al-Qarni hidup dalam kesederhanaan dan ketidakpopuleran di dunia. Ia tidak pernah mencari ketenaran atau kekayaan. Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Uwais adalah seorang yang hidup miskin, dan sering kali tidak dikenal oleh masyarakat di sekitarnya.

Namun, kesederhanaan ini tidak mengurangi ketakwaan dan keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah SWT. Ia adalah sosok yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan baktinya kepada ibunya menjadi salah satu bukti betapa besar keimanannya.

Pertemuan dengan Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib sangat ingin bertemu dengan Uwais, sebagaimana yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah. Mereka akhirnya bertemu dengan Uwais Al-Qarni ketika ia datang ke Madinah bersama rombongan dari Yaman. Saat bertemu, Umar dan Ali meminta agar Uwais berdoa untuk mereka, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam pertemuan ini, Uwais tetap rendah hati dan tidak merasa dirinya istimewa. Ia bahkan merasa malu karena perhatian yang diberikan kepadanya. Hal ini semakin menunjukkan betapa tulus dan ikhlasnya Uwais dalam menjalani kehidupannya.

Wafatnya Uwais Al-Qarni

Setelah kehidupan yang penuh kesederhanaan dan ketakwaan, Uwais Al-Qarni akhirnya meninggal dunia dalam pertempuran di sisi kaum Muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Namun, warisan spiritual yang ditinggalkannya, yaitu kisah tentang keikhlasan, bakti kepada orang tua, dan ketakwaan kepada Allah, tetap hidup hingga hari ini.

Pelajaran dari Kisah Uwais Al-Qarni

Kisah Uwais Al-Qarni memberikan banyak pelajaran berharga bagi umat Islam. Di antaranya adalah pentingnya bakti kepada orang tua, keikhlasan dalam beribadah, serta nilai kesederhanaan. Uwais adalah contoh bahwa kemuliaan di sisi Allah tidak diukur dari harta, kekayaan, atau popularitas, melainkan dari ketakwaan dan pengabdian yang tulus.

Sebagai umat Islam, kita bisa mengambil inspirasi dari kehidupan Uwais Al-Qarni untuk selalu mengutamakan amal-amal yang dicintai Allah, terutama berbakti kepada orang tua, dan menjalani hidup dengan penuh keikhlasan dan rendah hati.

Penutup

Uwais Al-Qarni adalah sosok yang mungkin tidak dikenal banyak orang pada zamannya, tetapi namanya harum di langit karena ketakwaan dan baktinya. Kehidupannya yang sederhana mengajarkan kita bahwa keberhasilan sejati adalah ketika kita dicintai oleh Allah, meskipun kita mungkin tidak populer di mata manusia.

Share:

ALI BIN ABI THALIB



Ali bin Abi Thalib: Sahabat Setia dan Pemimpin Bijaksana dalam Sejarah Islam

Ali bin Abi Thalib, salah satu tokoh sentral dalam sejarah Islam, memiliki peran yang sangat penting sebagai sahabat sekaligus sepupu Rasulullah SAW. Lahir pada tahun 599 M di kota Mekkah, Ali adalah putra dari Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW, dan Fatimah binti Asad. Kisah hidupnya yang penuh teladan tentang kesetiaan, keberanian, dan kebijaksanaan menjadikannya tokoh yang dihormati oleh umat Muslim di seluruh dunia.

Awal Kehidupan dan Kedekatan dengan Rasulullah SAW

Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama dari kalangan anak-anak yang menerima Islam setelah Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah. Saat itu, Ali masih sangat muda, namun komitmennya kepada Islam sudah terlihat sangat kuat. Ali tumbuh besar dalam asuhan Nabi Muhammad SAW di rumahnya, sehingga hubungan keduanya bukan hanya sekadar hubungan darah, tetapi juga sebagai guru dan murid, serta pemimpin dan pengikut setia.

Keberanian Ali dalam Perang

Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai salah satu pejuang paling pemberani dalam sejarah Islam. Dalam berbagai peperangan yang dilakukan umat Muslim, Ali selalu berada di garis depan, mempertahankan agama dan komunitas Muslim. Salah satu kisah heroiknya yang paling terkenal adalah dalam Perang Khandaq, di mana Ali mengalahkan pahlawan Quraisy, Amr bin Abdu Wudd, dalam pertarungan satu lawan satu. Keberaniannya dalam medan perang membuatnya mendapatkan julukan "Asadullah" atau "Singa Allah."

Namun, Ali tidak hanya dikenal karena kekuatan fisiknya, tetapi juga karena keteguhan moral dan spiritual yang tinggi. Setiap tindakannya di medan perang selalu dilandasi oleh keadilan dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap agama.

Ali sebagai Khalifah Keempat

Setelah wafatnya Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah keempat dalam sejarah Kekhalifahan Rasyidin. Masa kekhalifahan Ali dipenuhi oleh berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar umat Islam. Salah satu peristiwa paling penting pada masa pemerintahannya adalah Perang Jamal dan Perang Siffin, yang melibatkan perpecahan di antara umat Muslim.

Meskipun menghadapi banyak perpecahan politik, Ali selalu menekankan pentingnya persatuan umat dan menjaga ajaran-ajaran Islam. Kepemimpinannya dikenal dengan keadilan dan ketegasan, meski situasi politik saat itu sangat rumit. Ali juga terkenal karena kebijaksanaannya dalam memutuskan perkara, dan sering kali memberikan nasihat yang mendalam serta bernilai spiritual.

Ali sebagai Simbol Kebijaksanaan

Salah satu aspek yang membuat Ali bin Abi Thalib dikenang sepanjang zaman adalah kebijaksanaannya. Banyak dari perkataannya yang tertulis dalam bentuk nasihat dan petuah menjadi rujukan hingga saat ini. Beberapa di antaranya menekankan pentingnya keadilan, persaudaraan, dan ilmu pengetahuan.

Ali pernah berkata, “Ilmu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau, sedangkan engkau menjaga harta.” Kata-katanya ini mencerminkan keyakinannya bahwa ilmu memiliki posisi yang sangat tinggi dalam Islam dan kehidupan manusia.

Keturunan Ali dan Fatimah

Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai keturunan yang kelak juga memainkan peran penting dalam sejarah Islam, termasuk Hasan dan Husain. Keturunan Ali dan Fatimah dihormati sebagai Ahlul Bait (keluarga Nabi) yang memiliki posisi istimewa di hati umat Muslim.

Wafatnya Ali bin Abi Thalib

Pada tahun 661 M, Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh seorang anggota kelompok Khawarij, saat ia sedang memimpin salat Subuh di Masjid Kufah. Kematian Ali meninggalkan duka yang mendalam bagi umat Islam, karena tidak hanya kehilangan seorang pemimpin besar, tetapi juga seorang sahabat Nabi yang setia dan berintegritas tinggi.

Warisan Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib tidak hanya meninggalkan jejak kepemimpinan dan perjuangan di medan perang, tetapi juga warisan berupa nilai-nilai kebijaksanaan, keadilan, dan ketakwaan. Hingga kini, kisah hidup Ali menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia, baik sebagai teladan kepemimpinan maupun sebagai seorang yang mengabdikan hidupnya untuk agama dan umat.

Kesetiaan dan kecintaannya kepada Rasulullah SAW, serta pengorbanannya untuk agama, membuat Ali bin Abi Thalib menjadi tokoh yang tak lekang oleh waktu. Bagi mereka yang mencari teladan dalam kehidupan, kisah Ali adalah salah satu contoh yang sempurna tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, sahabat yang setia, dan hamba Allah yang taat.

Penutup

Ali bin Abi Thalib adalah simbol keberanian, kebijaksanaan, dan keadilan dalam Islam. Kisah hidupnya penuh dengan pelajaran berharga yang dapat diambil oleh setiap umat Muslim. Dengan memahami lebih dalam perjalanan hidupnya, kita dapat semakin menghargai peran besar Ali dalam menjaga dan menegakkan agama Islam di masa-masa sulit.

Share:

UMAR BIN KHOTOB

Khalifah Islam kedua bernama lengkap 

Umar bin Khatthab radhiallahu 'anhu (RA) masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih 40 orang. Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa salam (SAW) pernah berdoa (yang artinya): "Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai di antara kedua orang ini, yaitu Umar bin Khaththab atau Abu Jahal 'Amr bin Hisyam.".


Dikutip dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa'ad, Tarikh al-Khulafa'ar Rasyidin Imam Suyuthi dan beberapa sumber lain, Anas bin Malik berkata: "Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya" Wahai Umar, hendak kemana engkau?," maka Umar menjawab, "Aku hendak membunuh Muhammad."

Selanjutnya orang tadi bertanya: "Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad". Lalu orang tadi berkata, "Apakah engkau tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu". Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Alqur'an, lalu Umar berkata, "Barangkali keduanya benar telah berpindah agama".

Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga wajah adiknya mengeluarkan darah.

Kemudian Umar berkata: "Berikan lembaran (Alqur'an) itu kepadaku, aku ingin membacanya", maka adiknya berkata." Kamu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci. Kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci)." Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci), kemudian membaca lembaran (Alqur'an) yaitu surat Thaha sampai ayat 14 yang artinya:
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dirikanlah Salat untuk mengingatku."

Setelah membaca ayat itu, Umar berkata, "Bawalah aku menemui Muhammad." Mendengar perkataan Umar itu, Khabbab langsung keluar dari persembunyiannya seraya berkata: "Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku berharap doa yang dipanjatkan Nabi pada malam Kamis menjadi kenyataan, Beliau (Nabi) berdo'a "Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai di antara kedua orang ini, yaitu Umar bin Al-Khaththab atau Abu Jahal 'Amr bin Hisyam."

Lalu Umar berangkat menuju rumah Nabi Muhammad SAW. Di depan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata, "Jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya".

Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Masuknya Umar ke dalam Islam menambah kejayaan Islam dan kaum muslimin. Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah.

Rasulullah memberinya gelar Al-Faruq kepadanya, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya berkata, "Aku bertanya kepada Aisyah, Siapakah yang memanggil Umar dengan nama Al-Faruq?", maka Aisyah menjawab: "Rasulullah".

Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya 'Umarlah orangnya". Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda, "Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin Khatthab orangnya."

Rasulullah SAW juga bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar". (HR Tirmidzi)

Setan Lari Jika Bertemu Umar
Tak hanya orang kafir Quraisy yang takut kepada Umar, setan dari bangsa Jin juga memilih kabur apabila bertemu Umar Bin Khattab. Beliau memang dikenal berani dan sangat bijaksana.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya setan benar-benar takut padamu wahai Umar. Tatkala aku duduk budak wanita itu memukul rebana, lalu masuk Abu Bakar, 'Ali dan Utsman, dia masih memukul rebana, tatkala dirimu yang datang budak wanita itu melemparkan rebananya."

Bahkan setan pun sangat takut apabila bertemu Umar bin Khattab. Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Ibnul Khatthab, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman tanganNya, sesungguhnya tidaklah setan menemuimu sedang berjalan di suatu jalan kecuali dia akan mencari jalan lain yang tidak engkau lalui." Dalam hadits lain, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sungguh aku melihat setan dari kalangan manusia dan jin lari dari Umar." (HR. Tirmidzi)

Penyebab takutnya setan kepada Umar tentu bukan hanya dikarenakan keberaniannya. Umar dikenal memilih iman yang kokoh dan tidak mau terperdaya oleh urusan dunia.

Berpulang ke Rahmat Allah
Khalifah Islam kedua Sayyidina Umar bin Khattab wafat pada Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 Hijriyah dalam usia 63 tahun. Beliau ditikam oleh seorang Majusi bernama Abu Lu'luah (Fairuz), budak Al-Mughirah bin Syu'bah saat memimpin salat Shubuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Penikaman Umar dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lu'luah terhadap Umar karena sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar Shiddiq. Setelah beliau wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Utsman bin Affan. Semoga Allah meridhainya.

Keluarga
Ayah: Al-Khaththab bin Nufail dari Bani 'Adi.
Ibu: Hantamah binti Hisyam dari Bani Makhzum.

Pasangan dan anak
1. Zainab binti Mazh'un, berasal dari Bani Jumah. Zainab menikah dengan 'Umar sebelum tahun 605. Anak dari pernikahan beliau dengan Zainab:
- 'Abdullah. Periwayat hadits terbanyak setelah Abu Hurairah.
- 'Abdurrahman
- 'Abdurrahman
- Hafshah (istri Nabi Muhammad SAW)

2. Ummu Kultsum binti Jarwal, juga dikenal dengan Mulaika. Dia berasal dari Bani Khuza'ah. Dia menikah dengan 'Umar sebelum tahun 616. Nabi Muhammad tidak memperkenankan umat Muslim mempertahankan pernikahan dengan orang musyrik sehingga 'Umar kemudian menceraikan Ummu Kultsum. Ummu Kultsum kembali ke Makkah setelah perceraian itu. Anak dari Ummu Kultsum hanya satu, yaitu:
- 'Ubaidillah.

3. Quraibah binti Abu Umayyah. Dia berasal dari Bani Makhzum. Ayah Quraibah, Abu Umayyah bin Al-Mughirah, adalah pemimpin Makkah pada awal abad ketujuh. Ibunya, Atikah binti 'Utbah, berasal dari Bani Abdu Syams. Quraibah juga merupakan saudari seayah dari Ummu Salamah Hindun, istri Nabi Muhammad SAW. Hindun binti 'Utbah adalah bibi Quraibah dari pihak ibu. Quraibah menikah dengan 'Umar sebelum tahun 616 dan 'Umar menjadi suami keduanya. Tidak memiliki anak dengan 'Umar.

4. Jamilah binti Tsabit, nama aslinya adalah 'Ashiyah. Dia berasal dari Bani Aus dari pihak ayah dan ibu. Jamilah dan ibunya, Asy-Syamus binti Abu Amir, adalah termasuk dari sepuluh wanita yang berbaiat pada Nabi Muhammad pada 622. Nabi Muhammad kemudian memberinya nama baru, Jamilah, yang berarti 'cantik'. Dia menikah dengan 'Umar antara tahun 627 sampai 628. Anak dari Pernikahannya dengan Jamilah:
- 'Ashim (Kakek dari Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz).

5. 'Atikah binti Zaid. Dia berasal dari Bani 'Adi. 'Atikah termasuk sahabat Nabi dan juga seorang penyair. Dia menikah lima kali dan 'Umar adalah suami ketiganya. Suami pertamanya adalah Zaid, saudara 'Umar sendiri, dan suami keduanya adalah 'Abdullah bin Abu Bakar yang meninggal pada tahun 633. 'Atikah sendiri berada di masjid saat 'Umar ditikam yang berujung pada kematiannya pada 644, 'Atikah menikah dengan Zubair bin 'Awwam yang gugur di Perang Jamal pada tahun 656. 'Atikah kemudian menikah dengan Husain, cucu Nabi Muhammad. 'Atikah meninggal pada tahun 672. Anak dari pernikahan Umar dengan Atikah:
-Iyaad

6. Ummu Hakim binti Harits. Dia berasal dari Bani Makhzum. 'Umar sendiri adalah suami ketiga Ummu Hakim. Suami pertamanya adalah Ikrimah bin Abu Jahal dan suami keduanya adalah Khalid bin Sa'id. Anak dari pernikahannya dengan Ummu Hakim:
- Fatimah

7. Ummu Kultsum binti 'Ali atau Zainab as-Sughra. Dia adalah cucu Nabi Muhammad, putri Fatimah az-Zahra dan 'Ali bin Abi Thalib. 'Umar memberikan mahar untuk pernikahannya dengan Ummu Kulstum sebesar 40.000 dirham dan mereka hidup sebagai suami istri pada tahun. Dua Anak dari Pernikahan Mereka:
- Zaid
- Ruqayyah

8. Luhyah, wanita Yaman. Al-Waqidi menyatakan bahwa dia adalah seorang budak-selir. Anak hasil dari pernikahan ini yaitu:
- 'Abdurrahman

9. Rukayhah, seorang budak-selir. Hasil pernikahan dengan Rukayhah memiliki anak 1 yaitu:
- Zainab
(rhs)
cover top ayah
وَ يَسۡـــَٔلُوۡنَكَ عَنِ الۡمَحِيۡضِ‌ۙ قُلۡ هُوَ اَذًى فَاعۡتَزِلُوۡا النِّسَآءَ فِى الۡمَحِيۡضِ‌ۙ وَلَا تَقۡرَبُوۡهُنَّ حَتّٰى يَطۡهُرۡنَ‌‌ۚ فَاِذَا تَطَهَّرۡنَ فَاۡتُوۡهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيۡنَ وَيُحِبُّ الۡمُتَطَهِّرِيۡنَ
Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.

(QS. Al-Baqarah:222)
Share:

Puasa Adalah Perisai

Segala puji bagi Allah SWT yang memperbanyak anugerah bagi hamba-hamba-Nya, dengan menolak tipu daya dan seni syaitan. Dia menolak angan-angannya dan merugikan dugaannya, karena Dia menjadikan puasa sebagai benteng dan perisai bagi para wali (kekasih)Nya, Dia bukakan pintu-pintu surga dengannya. Dan Dia kenalkan kepada mereka bahwa perantara syaitan kepada hati mereka adalah syahwat yang menetap.
Adapun puasa itu sesungguhnya adalah seperempat dari Iman, sesuai dengan sabda Nabi SAW, “Puasa itu separuh kesabaran” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah), dan “Sabar adalah separuh dari Iman” (HR. Abu Ma’im dan Al Khathib).
Kemudian puasa itu mendapat keistimewaan dengan kekhususan nisbat kepada Allah ta’ala dari seluruh rukun-rukun Islam, karena Allah SWT telah berfirman dalam apa yang diceritakan oleh Nabi-Nya SAW, “Setiap kebaikan itu dengan sepuluh kelipatannya sampai tujuh ratus kelipatan kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku  dan Aku membalasnya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian sanglatlah relevan karena puasa hanya untuk-Nya dan dimuliakan dengan penisbatan kepada-Nya  meskipun seluruh ibadah itu baginya, sebagaimana dimuliakannya Baitullah (Ka’bah) dengan menisbatkan kepada diri-Nya. (Ihya’ Ulumuddin, jilid 2, h. 84).
Puasa menjadi pintu ibadah dan dan menjadi perisai dalam kehidupan kita, maka kali ini kami sengaja menerangkan syarat-syarat, rukun-rukun serta sunnat-sunnatnya berpuasa.
Mengawasi bulan Ramadhan  itu dengan melihat tanggal muda. Jika berawan maka dengan menyempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari. Kami maksudkan dengan melihat itu mengetahui hal itu dengan tercapai, dengan perkataan seorang yang adil (dapat dipercaya).
Niat diwaktu malam untuk tiap hari berpuasa Ramadhan. Dan sedikitnya mengucapkan dalam hati , “Nawaitu shauma Ramadhan.” (niat aku puasa bulan Ramadhan), dan sempurnanya, “Nawaitu shauma ghadin an ada’i fardhi syahri Ramadhan hadzihissanati lillahi ta’ala” (niat saya puasa esok hari menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala) (Irsyadul ‘ibad ilasabilirrasyad h, 315)
Dan sunnatnya, bersahur walau hanya dengan sebiji kurma atau seteguk air, waktu sahur adalah dari tengah malam, dan sunnat mengakhirkan  sahur hingga akhir malam, asalkan belum melewati waktu imsak, karena Nabi SAW. Bersabda, “Makan sahur itu berkat, karena itu jangan kamu tinggalkan, walau sekedar meneguk air, karena Allah merahmati orang-orang yang sahur, dan malaikat mendoakan orang-orang yang sahur.”(HR. Ahmad)
Juga sabda Nabi SAW. “Jika kamu Puasa maka bersiwaklah diwaktu pagi, dan jangan bersiwak diwaktu sore, maka sesungguhnya tiada orang puasa yang kering bibirnya diwaktu sore, melainkan akan menjadi cahaya didepan matanya  pada hari kiamat.” (HR. Atthabarani).
Dan segeralah berbuka jika nyata terbenam matahari , dan berbuka sebelum sembanyang Maghrib dengan tiga biji kurma atau tiga teguk air. Nabi SAW bersabda, Allah telah  berfirman, “Hamba-Ku yang lebih Aku cinta yaitu mereka yang segera berbuka (ya’ni jika telah nyata Maghrib). (HR. Attirmidzi).
Dan yang membatalkan puasa ada delapan hal yaitu,
  • Masuknya suatu benda kedalam perut dengan sengaja, dari lubang-lubang yang terbuka. (sesuatu ke rongga dengan sengaja serta dalam keadaan ingat jika dia sedang puasa. Maka puasanya rusak (batal) dengan makan, minum, memasukkan sesuatu kedalam hidung dan memasukkan sesuatu lewat lubang kemaluan).
  • Batasnya adalah masuknya penis laki-laki (kepala kemaluan laki-laki kedalam (Farji wanita). Tapi jika ia bersetubuh karena lupa maka puasanya tidak rusak (batal), adapun jika ia bersetubuh di malam hari atau bermimpi hingga mengeluarkan mani, sampai masuk pagi ia masih dalam keadaan junub, puasanya tidaklah batal.
  • Mengeluarkan mani dengan sengaja, melalui onani / masturbasi (jika keluarnya mani tanpa onani, semisal dengan cara mengkhayalkan bersetubuh dengan seorang wanita atau keluar tanpa sengaja seperti karena mimpi, maka hal itu tidak membatalkan puasa.
  • Muntah dengan sengaja.
  • Haidh, yaitu keluarnya darah kotor pada wanita.
  • Nifas, yaitu keluarnya darah setelah melahirkan.
  • Gila (berubah akal).

Adapaun kelaziman (kewajiban) berbuka (batal puasanya) itu diantaranya yaitu
  • Qadha, yaitu wajib membayar puasa selain dibulan Ramadhan, wajibnya umum atas setiap muslim yang mukallaf (telah dewasa dan berakal) yang meninggalkan puasa dengan sengaja atau karena berhalangan diantaranya, wanita yang haidh, orang yang murtad, juga bagi orang yang kelupaan niat diwaktu malam Ramadhan, atau bersahur disangka belum fajar, atau berbuka disangka sudah maghrib padahal belum.
  • Kafarat. adalah dengan memerdekakan budak, jika ia kesulitan maka hendaknya berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak mampu (lemah) maka memberi makan pada enam puluh orang miskin satu mud. (satu mud = 2,6 kg makanan pokok). Adapun kafarat itu tidak wajib kecuali jika bersetubuh di siang hari Ramadhan dan juga wajib Qadha selain membayar tebusan tersebut. Fidyah, juga dengan satu mud makanan pokok untuk tiap satu puasa yang ditinggalkan wajib disertai kewajiban mengqadha juga bagi orang hamil atau menyusui apabila dia berbuka puasa (membatalkan puasa) karena takut akan kesehatan anaknya (bayinya) atau mengkhawatirkan kesehatan dirinya, namun jika yang dikhawatirkan hanya kesehatan dirinya dan bayinya sekaligus maka ia hanya wajib qadha tanpa harus membayar fidyah. atau orang yang lanjut usia dan sudah tidak kuat lagi berpuasa, membayar satu hari satu mud. Untuk orang-orang miskin tanpa mengqadha.
Dan yang membatalkan pahala puasa itu dalam ijmaa’ ulama’ yaitu, berdusta, ghibah (menggunjing), memaki (mencaci maki). Nabi SAW bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan kata dusta (bohong) dan perbuatannya maka Allah tidak berhajat  padanya untuk meninggalkan makan minumnya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, “Bukan yang bernama puasa itu sekedar menahan makan minum, tetapi puasa yang sungguh-sungguh itu menahan diri dari laghu (lelahan, perkataan tidak ada gunanya) dan kata-kata keji.” (HR. menurut syarat Muslim).
Seorang ulama’ salaf berkata, “Seringan-ringan puasa itu meninggalkan makan dan minum. Maka jika anda puasa hendaknya pendengaran, pengelihatan dan lidahmu terpelihara dari dusta serta semua yang haram, dan tinggalkan gangguan (jangan menganggu) orang lain.
Dalam musnad Imam Ahmad dikatakan, “Ada dua wanita yang sedang berpuasa dimasa Rasulullah SAW, tiba-tiba pada sore hari  keduanya merasa payah karena sangat lapar dan haus hampir pingsan keduanya, maka keduanya mengirim kan utusan kepada Rasulullah SAW. untuk minta izin akan berbuka (membatalkan puasanya), maka Nabi SAW mengirim pada keduanya mangkuk dan menyuruh keduanya memuntahkan didalamnya apa yang telah dimakan itu. Tiba-tiba yang satu muntah darah dan daging mentah dan yang kedua juga begitu sehingga penuh mangkuk itu, maka orang-orang merasa heran (ajaib), lalu Nabi SAW bersabda, Keduanya puasa dari apa yang dihalalkan Allah, dan makan apa yang diharamkan oleh Allah, sebab yang satu pergi pada yang lain untuk duduk bersama ghibah (membicarakan kejelekan orang lain), maka itulah bukti apa yang mereka  makan dari daging orang-orang.
Share:

Cara Memperbaiki Memory Card Rusak atau Tidak Terbaca

Cara 1: Membersihkan Kartu Memori

  • Pertolongan pertama untuk mengatasi masalah memory card tidak terdeteksi adalah dengan mengeluarkan kartu memori dari gadget. Pastikan kamu sudah mematikan gadget terlebih dahulu.
  • Bersihkan lempengan tembaga (berwarna kuning keemasan) dengan penghapus pensil (yang warna putih). Gosok perlahan hingga bersih.
  • Jika yakin sudah bersih, masukan kembali kartu memori ke dalam slot memori lalu periksa apakah sudah terbaca atau belum.

Cara 2: Melakukan Format dari Android

  • Masuk ke menu Setting > Storage.
  • Di dalam menu tersebut terdapat pilihan Erase SD card. Dengan menghapus SD Card, dapat membuat memori bersih seperti baru.

Cara 3: Cek Error dari PC

  • Hubungkan Android ke laptop atau PC dengan kabel data.
  • Pastikan Android kamu terhubung dalam Mass storage mode (MSC), bukan Media transfer mode (MTP).
  • Buka Windows Explorer, klik kanan pada Drive kartu memori, pilih Properties > Tools > Error Checking, tunggu hingga semua proses selesai.
  • Eject kartu memorinya, lalu cek apakah sudah terbaca atau belum.

Cara 4: Format dari PC

Jika kartu memori (MicroSD) terbaca dan terlihat baik-baik saja di komputer namun tetap tidak terbaca di Android. Coba gunakan cara ini:
  • Buat folder baru di HardDisk, beri nama sembarang asal kamu ingat kalau folder baru ini akan menjadi tempat penyimpanan sementara alias backup isi kartu memori yang rusak tadi.
  • Copy seluruh isi kartu memori lalu Paste ke dalam folder yang sudah dibuat tadi.
  • Jika sudah yakin tersalin semua, format kartu memori tersebut.
  • Lalu kembalikan semua data-data yang ada di folder ke dalam memori yang sudah diformat tadi.
  • Sekarang cek lagi, masih gagal atau tidak.
Jika masih gagal juga, coba ulangi kembali langkah-langkahnya.
Share:

Tafsir Al Qur'an Sufistik Karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Tafsir Al-Jailani
Tafsir Al-Jailani
Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke-25-nya sendiri, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisi 30 Juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan. 

Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah, Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.

Para salik yang berada di Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.

Kami sangat berterima kasih dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini. Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan tahun.

Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:

“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bin wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.

Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.

Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu.

Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali.

Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.

Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.

Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.

Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 

Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy." 

Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".

Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."

Kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustakaan di Vatikan? Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang” selama berabad-abad? Jangan-jangan selama ini lebih fasih orang Katolik mempelajari karya-karya Syekh Abdul Qadir Jailani daripada kita yang setiap bulan ikut Manaqib Syekh Abdul Qadir?

Kitab Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al Jailani, bisa menjadi rujukan bagi pembelajar ilmu tasawuf. Peminat tasawuf dapat mempelajari makna-makna Al Qur’an dengan batin dan ruh tasawuf dengan bimbingan Sulthonul Auliya ini. Bagai menyelami samudera syariat, thariqat, makrifat dari ayat ke ayat. Cocok sebagai referensi dalam berguru kepada Sang Mursyid.

“Dalam kitab ini, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak sekadar menafsirkan Al-Qur`an dengan pola tafsir yang hanya mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam pelbagai kitab tafsir ...lain. Tetapi, tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan ilhami yang menghidupkan ruh serta dapat menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.”

-Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani-
(Pendiri dan Penasehat Utama Markaz Al-Jailani Internasional, Pentahkik kitab Tafsir Al-Jailani)

“Semoga dengan penerjemahan dan penerbitan Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam bahasa Indonesia/Melayu oleh Markaz Jailani Asia Tenggara, umat Islam di seluruh Nusantara dapat belajar, memahami dan mendalami ajaran-ajaran syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat dalam Al-Qur’an.”

-Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani-
(Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia)
  • Selama 800 tahun Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani “hilang” atau “dihilangkan.”
  • Karya ini ditemukan di Vatikan oleh cucu ke-25-nya, Syekh Dr. Muhammad Fadhil.
  • Ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan sistematis.
  • Teknik penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an bi Al-Qur’an).
  • Syekh Abdul Qadir secara cerdas mengulas ayat-ayat tentang hukum, fiqih, tauhid, hadis dan tasawuf dengan terang dan jelas.
  • Tafsir ini tergolong Tafsir Isyari—meski tidak semua ayat ditafsirkan secara isyari— disampaikan dengan mengagumkan, baik yang tersirat dalam alam dan tersurat dalam Al-Qur’an sangat sistematis, runtut, teratur dan sempurna.
  • Karya ini dapat menjadi rujukan utama para salik dalam menempuh jalan sufi.
  • Ketinggian ilmu hadis, syariat, fiqih, ilmu kalam, ulumul-Quran dan tasawuf yang dimiliki Syekh Abdul Qadir mendudukan buku ini sebagai kitab Tasawuf tingkat tinggi (first class).
  • Karya ini diterima dan tersebar di seluruh dunia Islam serta diakui oleh para ulama, seperti Syekh Dr. Ali Jumu’ah (Mufti Mesir), Mufti Syria, Mufti Libanon, serta para Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh Youssef Riq al-Bakhour dan lain-lain.
Syekh Dr Muhammad Fadhil, sebagai Ahli Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya sultan para wali, Imam Agung Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.

Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan dan pelecehan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di website tertentu. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Bahkan, yang paling ironis, pandangan itu justru muncul dari ulama kontemporer yang telah memahami terminologi tauhid dzauqi ahli sufi.

Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan, “... Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.’” Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.

Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti keotentikannya berupa salinan manuskrip (yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut, “Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.” Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1, “Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...”

Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak.

Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.

Bagi yang telah membaca secara teliti kitab ini menggunakan feeling ilmiah dengan cermat berdasarkan dalil aqli dan naqli serta perbandingan berbagai uslub dan “sidik jari ilmiah” penulisnya, akan tahu pasti dan yakin bahwa pengarangnya adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sebagaimana pula diakui oleh para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir.

Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.

Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” maka itu semata-mata merupakan gagasan dari penelitinya. Ketika saya tanyakan alasannya, beliau menjelaskan bahwa penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar di Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.

Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.


Sumber:
FB Tasawuf Underground

Share:

Kata-Kata Mutiara Imam Ali Bin Abi Thalib

Kata-Kata Mutiara Imam Ali Bin Abi Thalib
Permulaan kebaikan dipandang ringan, tetapi akhirnya dipandang berat. Hampir-hampir saja pada permulaannya dianggap sekadar menuruti khayalan, bukan pikiran; tetapi pada akhirnya dianggap sebagai buah pikiran, bukan khayalan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa memelihara pekerjaan lebih berat dari pada memulainya. (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Memulai pekerjaan adalah sunnah, sedangkan memeliharanya adalah wajib (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Jika engkau ingin mengetahui watak seseorang, maka ajaklah dia bertukar pikiran denganmu. Sebab, dengan bertukar pikiran itu, engkau akan mengetahui kadar keadilan dan ketidakadilannya, kebaikan dan keburukannya (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Duduklah bersama orang-orang bijak, baik mereka itu musuh atau kawan. Sebab, akal bertemu dengan akal (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Sebaik-baik kehidupan adalah yang tidak menguasaimu dan tidak pula mengalihkan perhatiaanmu (dari mengingat Allah SWT) (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Tanyailah hati tentang segala perkara karena sesungguhnya ia adalah saksi yang tidak akan menerima suap (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Kecemburuan seorang wanita adalah kekufuran, sedangkan kecemburuan seorang laki-laki adalah keimanan. (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Berbicaralah, niscaya kalian akan dikenal karena sesungguhnya seseorang tersembunyi dibawah lidahnya (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan. Maka, datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliaannya. Sebab, jika hati itu dipaksakan, ia akan buta (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Tidak ada kenikmatan di dunia ini yang lebih besar dari pada panjang umur dan badan yang sehat (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Sesungguhnya wanita (sanggup) menyembunyikan cinta selama empat puluh tahun, namun tidak (sangup) menyembunyikan kebenciaan walau hanya sesaat. (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Tiga hal yang menyelamatkan, yaitu; takut kepada Allah, baik secara diam-diam maupun terang-terangan; hidup sederhana, baik di waktu miskin maupun kaya; dan berlaku adil, baik diwaktu marah maupun ridha (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Tiga macam orang yang tidak diketahui kecuali dalam tiga situasi; (pertama) tidak diketahui orang pemberani kecuali dalam situasi perang. (kedua) tidak diketahui orang yang penyabar kecuali ketika sedang marah. (ketiga) tidak diketahui sebagai teman kecuali ketika (temannya) sedang butuh (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Barang siapa yang dalam urusannya berada pada posisi tidak memikirkan akibatnya, maka dia telah menghadapkan dirinya pada musibah yang besar (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Diantara taufik adalah berhenti ketika ragu (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Diantara amal kebajikan yang paling utama adalah; berderma di saat susah, bertindak benar ketika sedang marah, dan memberi maaf ketika mampu untuk menghukum (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Kebajikan adalah apa yang dirimu merasa tenang padanya dan hatimu merasa tentram karenanya. Sedangkan dosa adalah yang jiwamu merasa resah karenanya dan hatimu menjadi bimbang (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Jika perkataan keluar dari hati, maka ia akan berpengaruh terhadap hati, dan jika ia keluar dari lidah, maka ia tidak akan mencapai telinga (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Janganlah engkau merendahkan seseorang karena kejelekan rupanya dan pakaiannya yang usang, karena sesungguhnya Allah ta’ala hanya memandang apa yang ada dalam hati dan membalas segala perbuatan (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Jauhilah olehmu posisi mengemukakan alasan. Sebab, ada kalanya alasan justru menetapkan kesalahan terhadap orang yang berdalih itu, meskipun dia bersih dari dosa itu (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Barangsiapa yang telah kehilangan keutamaan kejujuran dalam pembicaraannya, maka dia telah kehilangan akhlaknya yang termulia (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Buruk sangka melayukan hati, mencurigai orang yang terpercaya, menjadikan asing kawan yang ramah, dan merusak kecintaan saudara (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Janganlah engkau merasa senang dengan banyaknya teman, selama mereka bukan orang yang baik-baik. Sebab, kedudukan teman seperti api, sedikitnya adalah kenikmatan, sedangkan banyaknya adalah kebinasaan (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Sebaik-baik teman, jika engkau tidak membutuhkannya, dia akan bertambah dalam kecintaannya kepadamu, dan jika engkau membutuhkannya, dia tidak akan berkurang sedikitpun kecintaannya kepadamu (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Ada kalanya perang terjadi karena satu kalimat, dan ada kalanya pula cinta tertanam karena pandangan sekilas (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Perbuatan buruk yang menjadikanmu bersedih karenanya lebih baik di sisi Allah dari pada perbuatan baik yang membuatmu bangga (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)

Siapa yang memandang dirinya buruk maka dia adalah orang yang baik. Dan siapa yang memandang dirinya baik, dia adalah orang yang buruk. (Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib)
 
 
Dikutip dari “Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku: Kata-Kata Mutiara ‘Ali bin Abi Thalib”

Share:

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.