|
Tafsir Al-Jailani |
Penemuan
karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke-25-nya sendiri, Syekh
Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf
terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang
dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisi 30 Juz
penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan.
Tak ada yang menyangka
sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir
Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah
mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah,
Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz
Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz
Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.
Para salik yang berada di
Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa
Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.
Kami sangat berterima kasih
dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh
Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini.
Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika
mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan
tahun.
Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah
pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bin wa al-Quthb
al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya
bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh
Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah
Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab
Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu 'Anhu pada tahun 1977 M di
Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya
menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh
Radhiyallahu 'Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan
pencarian itu.
Saya telah mendatangi sekitar
lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang
terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya
datangi sampai lebih dari dua puluh kali.
Dari proses panjang itu saya
berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah
satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada
bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi
beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada
empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap
punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab
tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini
selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira
dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah
lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy
radhiyallâhu 'anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar.
Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat
ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya
sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul
Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada sebuah pengalaman
menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk
mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur.
Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada
saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan.
Pertanyaan itu dijawab oleh
seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa
saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir
al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung
berdiri dan berhormat seraya berkata: "Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul
Qadir al-Jailaniy."
Setelah saya memasuki
Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan
beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang
berbunyi: "Filsuf Islam", dan dalam Bahasa Arab: "Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn".
Dua gelar ini tidak pernah saya
temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di
sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang
Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: "Sang Syaikh Radhiyallahu 'Anhu membahas tiga belas macam ilmu."
Kisah ini bisa menjadi inspirasi
bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul
Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustakaan di Vatikan?
Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang”
selama berabad-abad? Jangan-jangan selama ini lebih fasih orang Katolik
mempelajari karya-karya Syekh Abdul Qadir Jailani daripada kita yang
setiap bulan ikut Manaqib Syekh Abdul Qadir?
Kitab Tafsir Al-Jailani karya
Syekh Abdul Qadir Al Jailani, bisa menjadi rujukan bagi pembelajar ilmu
tasawuf. Peminat tasawuf dapat mempelajari makna-makna Al Qur’an dengan
batin dan ruh tasawuf dengan bimbingan Sulthonul Auliya ini. Bagai
menyelami samudera syariat, thariqat, makrifat dari ayat ke ayat. Cocok
sebagai referensi dalam berguru kepada Sang Mursyid.
“Dalam kitab ini, Syekh Abdul
Qadir Al-Jailani tidak sekadar menafsirkan Al-Qur`an dengan pola tafsir
yang hanya mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat
dalam pelbagai kitab tafsir ...lain. Tetapi, tafsir ini lebih banyak
bertumpu pada pemaparan ilhami yang menghidupkan ruh serta dapat
menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat
murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan
kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.”
-Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani-
(Pendiri dan Penasehat Utama Markaz Al-Jailani Internasional, Pentahkik kitab Tafsir Al-Jailani)
“Semoga dengan penerjemahan
dan penerbitan Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
dalam bahasa Indonesia/Melayu oleh Markaz Jailani Asia Tenggara, umat
Islam di seluruh Nusantara dapat belajar, memahami dan mendalami
ajaran-ajaran syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat
dalam Al-Qur’an.”
-Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani-
(Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia)
- Selama 800 tahun Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani “hilang” atau “dihilangkan.”
- Karya ini ditemukan di Vatikan oleh cucu ke-25-nya, Syekh Dr. Muhammad Fadhil.
- Ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan sistematis.
- Teknik penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an bi Al-Qur’an).
- Syekh Abdul Qadir secara cerdas mengulas ayat-ayat tentang hukum, fiqih, tauhid, hadis dan tasawuf dengan terang dan jelas.
- Tafsir ini tergolong Tafsir Isyari—meski tidak semua ayat
ditafsirkan secara isyari— disampaikan dengan mengagumkan, baik yang
tersirat dalam alam dan tersurat dalam Al-Qur’an sangat sistematis,
runtut, teratur dan sempurna.
- Karya ini dapat menjadi rujukan utama para salik dalam menempuh jalan sufi.
- Ketinggian ilmu hadis, syariat, fiqih, ilmu kalam, ulumul-Quran dan
tasawuf yang dimiliki Syekh Abdul Qadir mendudukan buku ini sebagai
kitab Tasawuf tingkat tinggi (first class).
- Karya ini diterima dan tersebar di seluruh dunia Islam serta diakui
oleh para ulama, seperti Syekh Dr. Ali Jumu’ah (Mufti Mesir), Mufti
Syria, Mufti Libanon, serta para Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh
Youssef Riq al-Bakhour dan lain-lain.
Syekh Dr Muhammad Fadhil, sebagai
Ahli Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini
bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya sultan para wali, Imam
Agung Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800
tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil,
setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun,
serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah
ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan
data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Harus diakui bahwa terdapat
sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan
penolakan dan pelecehan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul
Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di website
tertentu. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak
ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang
menilai sebagai pandangan kafir. Bahkan, yang paling ironis, pandangan
itu justru muncul dari ulama kontemporer yang telah memahami terminologi
tauhid dzauqi ahli sufi.
Memang terdapat beberapa
paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan, “... Kemudian ketika
futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya
itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang
diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh
al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam
al-Furqaniyah.’” Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah
dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya,
“Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan
kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H),
seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun demikian, peneliti kitab
ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti keotentikannya
berupa salinan manuskrip (yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan
pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut, “Telah selesai Juz
3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani
qaddasallah sirrah.” Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan
pula pada Juz 1, “Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana
pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama,
quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani...”
Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim
al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam
kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa
karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu
Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa
Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya
adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu
salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga
sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah
berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat
dicetak.
Bahkan, setelah melalui kajian,
pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah,
Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa
penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar
adanya.
Bagi yang telah membaca secara
teliti kitab ini menggunakan feeling ilmiah dengan cermat berdasarkan
dalil aqli dan naqli serta perbandingan berbagai uslub dan “sidik jari
ilmiah” penulisnya, akan tahu pasti dan yakin bahwa pengarangnya adalah
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sebagaimana pula diakui oleh para
pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad bahwa Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani memang memiliki karya tafsir.
Namun, jika sekadar dilihat dari
sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka
tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format
ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang
bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan
sempurna seperti yang ada saat ini.
Adapun terkait penamaannya
sebagai “Tafsir Al-Jailani” maka itu semata-mata merupakan gagasan dari
penelitinya. Ketika saya tanyakan alasannya, beliau menjelaskan bahwa
penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama
30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh
peneliti gadungan yang banyak tersebar di Arab, sehingga usaha beliau
untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih
terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis
belaka dan sebagai mata pencaharian semata.
Sebenarnya, mulai dari mukadimah
segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan
tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa
tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan
telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara
tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan,
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan
seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam
Al-Ghazali.
Sumber:
FB Tasawuf Underground